Selama
dua hari, Senin – Selasa, tanggal 17 – 18 Desember 2012 telah diselenggarakan Seminar
Eksekutif Kajian Analisis Dampak Kependudukan Tahun 2012 oleh Direktorat
Analisis Dampak Kependudukan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) bertempat di Twin Plaza. Seminar ini dimaksudkan untuk
memaparkan hasil kajian analisis dampak kependudukan terhadap berbagai aspek
kehidupan di Indonesia yang telah dilakukan oleh Direktorat Analisis Dampak
Kehidupan bekerjasama dengan berbagai Perguruan Tinggi Negeri/Swasta di
Indonesia.
Seminar
ini dibuka oleh Plt. Kepala BKKBN, Drs. Subagyo, MA. dan dihadiri oleh
perwakilan kementerian terkait,
termasuk Kementerian Pertanian Cq. Badan Ketahanan Pangan. Menghadirkan pula
narasumber dari berbagai universitas/perguruan tinggi antara lain: Institut
Pertanian Bogor, Lembaga
Demografi -
Universitas Indonesia, Universitas
Brawijaya, Universitas
Sumatera Utara, dan Universitas
Veteran Pembangunan, Yogyakarta.
Kependudukan dan
ketahanan pangan mempunyai kaitan yang erat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan
dan akses pangan masyarakat. Dari hasil
studi yang dilakukan, beberapa rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan
kependudukan dan ketahanan pangan adalah: i) perlu adanya pengendalian laju peningkatan populasi melalui upaya
penguatan BKKBN dan upaya politik yang sangat serius, agar laju pertumbuhan
penduduk kurang dari 1.3%/tahun; ii) perlu dilakukan diversifikasi pangan
dengan menurunkan konsumsi beras per kapita secara bertahap. Pengurangan konsumsi beras seyogyanya tidak
disarankan pada kelompok masyarakat miskin karena mereka akan sulit untuk memperoleh
sumber protein yang ada pada beras; iii) perlu peningkatan produksi pangan
lokal dengan meningkatkan produktivitas, meningkatkan areal, dan meningkatkan
penyediaan air dan irigasi; serta iv) mencari alternatif pangan baru yang
bergizi, enak, mudah disiapkan dan sesuai dengan martabat dan budaya yang
berbasis pada sumber daya lokal.
Pengelolaan
wilayah perbatasan di Indonesia tidak hanya cukup dengan mengandalkan
pendekatan keamanan tradisional yang bertumpu pada pendekatan kemiliteran
(hankam), namun juga pada pendekatan keamanan non tradisional seperti
kesejahteraan ekonomi dan ketahanan pangan.
Selain itu, negara harus memposisikan pulau-pulau perbatasan sebagai
halaman depan (frontyard), bukan
sebagai halaman belakang (backyard)
dimana pembangunan harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk
dan keamanan pulau-pulau perbatasan.
Wilayah
pesisir, terutama yang berbatasan dengan negara tetangga memiliki arti yang
sangat strategis, namun sampai saat ini masih menjadi problematika utama
Indonesia sehingga belum bisa dimanfaatkan secara maksimal sebagai modal dasar
pembangunan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan alternatif yang bersifat komplementer
dalam menghadapi urgensi ancaman keamanan non-tradisional di wilayah pesisir
dan perairan perbatasan, yaitu dengan peningkatan kualitas penduduk di wilayah
pesisir. Kebijakan tersebut dimaksudkan
untuk lebih menekankan pada kebutuhan-kebutuhan spesifik masyarakat pesisir di
bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan pendapatan, dengan memperhatikan
karakter sosiologis masyarakat pesisir.
Pernikahan dini
merupakan gambaran rendahnya kualitas kependudukan dan menjadi fenomena
tersendiri di masyarakat yang dampaknya di tingkat keluarga sangat beragam dan
berdampak langsung pada kesejahteraan keluarga.
Hal ini perlu mendapat perhatian, dan saat ini belum menjadi perhatian
kebijakan. Pernikahan dini timbul
sebagai akibat gejala modernisasi dan perubahan perilaku masyarakat, rendahnya
minat masyarakat atas pendidikan, tekanan ekonomi di tingkat keluarga, budaya,
peran adat dan agama sebagai kontrol sosial, peran orang tua dalam keluarga
sangat dominan, serta lemahnya peran pemerintah dalam hal koordinasi dan
perencanaan kebijakan pengendalian pernikahan dini. Oleh karena itu harus dilakukan sosialisasi dan advokasi secara
langsung dan intensif di lapangan sebagai antisipasi gejala modernisasi dan perubahan perilaku masyarakat termasuk
penguatan peran lembaga sekolah khususnya di tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP), penguatan peran Tokoh Adat dan Tokoh Agama sebagai kontrol sosial, peningkatan kapasitas orang tua khususnya dalam
meningkatkan minat atas pendidikan dan mengurangi tekanan ekonomi di tingkat keluarga, serta penguatan peran Pemerintah Daerah dalam hal
pengendalian pernikahan dini melalui perencanaan kebijakan dan koordinasi
lintas sektor secara intensif.
(http://www.promedia.co.id)
0 komentar:
Posting Komentar